***
Sekarang,
saatnya aku pulang. Meninggalkan tempat yang penuh dengan aturan dan hukuman
ini. Aku merasa berat menggendong tas besar ini. Aku tidak tahu kenapa, padahal
aku jarang sekali membawa buku-buku pelajaran. Karena menurutku membawa tas
berat itu tidak lantas membuatku menjadi siswa yang pandai tetapi mungkin hanya
akan menghambat pertumbuhan ku akibat pundak ku yang selalu tertekan.
Mungkin
tas ku sekarang ini terasa begitu berat karena di dalamnya terdapat selembar
kertas. Tapi jangan salah. Biarpun itu hanya selembar kertas, di dalamnya termuat
ribuan kemungkinan akan nasibku. Selembar kertas itu ibarat tiket masuk ke masa
depan ku nanti. Tetapi belum ku ketahui apakah masa depanku itu menyenangkan
atau bahkan suram. Hhmmm lagi-lagi
aku merasa bingung. ‘Kenapa hidupku selalu terselimuti kebimbangan’ tanyaku
dalam angan.
Sore
ini nampak sangat berbeda. Tak biasanya aku menanti mama ku pulang bekerja di
teras rumah seperti saat ini. Padahal kalian juga tahu hal yang paling aku
benci adalah waktu orang tua ku pulang. Tapi sekarang? Aku malah tidak sabar
menanti waktu itu untuk segera tiba. Kalian pasti bingung, apalagi aku. Jadi jangan
tanya padaku, tanyakan saja pada rumput yang bergoyang kenapa sore ini sangat
konyol.
Segelas
kopi hitam temani senja, yang membuat lidah ku sepahit pikiran ku. Ku lihat
dari kejauhan kilap kilau mobil sport warna merah milik mama menyilaukan mata ku.
‘Tttiiiiititt’ bunyi klakson memerintah satpam untuk segera
membuka gerbang rumah untuk mamaku.
Mataku
bergerak mengikuti setiap pergerakan mobil mama yang masuk dan segera mendekati
ku. Mama ku membuka pintu dan turun dari mobil mewahnya. Aku beranjak berdiri,
menyambut mama. Dengan sedikit senyum merayu.
Mama
ku hanya melirik, tersenyum sayu dan meninggalkanku begitu saja. Mungkin dia
lelah. Atau mungkin dia ingin segera bersantai dengan mandi susu yang katanya
bisa menghilangkan rasa penat. Biarkan saja. Bisa di bilang mama ku masih muda,
karena ia menikah dengan papa diumur ke-20 dan saat ini mempunyai satu anak yaitu
aku. Jadi maklum jika mama masih senang perawatan untuk kecantikannya. Lagipula
dia juga punya biaya untuk itu.
Aku
mengikutinya masuk, dan pergi ke kamar ku. Menantinya selesai dari kesibukannya
yang entah itu apa. ‘Oohh kenapa mamaku lama sekali. Setahuku dia tadi cuma
mandi, tapi kenapa seperti orang tidur. Aku tak terlalu paham soal wanita.
Wanita itu ribet, sulit di mengerti, dan susah di tebak. Katanya wanita itu
istemewa, tapi menurutku tidak. Semua wanita sama. Mereka hanya bisa
menyalahkan, menyakiti, dan memperbudak kesetiaan pria. Dunia model apa ini?
Pria kalah sama wanitanya.’ aku mengoceh seperti burung.
Aku
sudah tak sabar memberikan surat panggilan ini kepadanya. Aku ingin melihat apa
reaksi dia ketika membacanya. Lantas aku masuk ke kamarnya, kulihat ia sedang
duduk berias diri di depan cermin. ‘Sepertinya mama ku mau pergi, tapi kemana?
Dan dengan siapa?’ kataku dalam hati. ‘Ah terserah, aku tak peduli. Malas juga
mau tanya-tanya. Aku kesini juga cuma ingin memberikan surat ini, bukan mau
mengintrogasi dia’ sambungku.
“Maa,
ini ada surat panggilan dari sekolah.” ucapku sembari menyodorkan kertas itu ke
mama ku.
“Taruh
saja disitu.” Jawabnya pendek, terlihat sibuk dengan make up nya.
Ku
taruh kertas itu di atas meja, dan keluar dari kamar mama ku. Mungkin sebentar
lagi dia selesai dan segera membacanya. Tak lama kemudian dia membuka kertas
yang terlipat itu. Ku mengintip dari luar kamar. Dia tak menampakkan ekspresi
apapun kecuali muka datar. Dia membaca kertas itu juga sangat sebentar. Tapi
biarlah, mungkin dia tergesa-gesa.
Mama
ku keluar dan akupun juga ikut pergi. Tapi tidak bersama mama ku, melainkan
pergi bersenang-senang bersama kawan-kawan ku. Menghabiskan setiap menit dan
detik malam ku ini. Menanti datangnya mentari esok pagi di temani kopi susu, dan
makan-makanan yang cukup untuk menggoyangkan lidah kami semalaman.
Dan
sekarang hari itu telah tiba. Terasa begitu lama aku menantinya tapi
kenyataannya hanya selang satu hari saja. Mungkin karena terlalu banyak kejadian
yang dapat aku kisahkan.
Pagi
ini mama ku ke sekolah, memenuhi panggilan dari sekolah. Serasa aku tak ingin
berangkat ke sekolah hari ini. Membayangkan apa yang akan terjadi pada ku dan
apa yang akan mama lakukan padaku membuatku ngeri
sendiri. Tapi tak apalah. Aku akan terima semua itu dengan hati terbuka. Aku
bukanlah pecundang yang tak mau menampakkan wajahku, kan kuhadapi semua sebab
dan akibatnya. Semua itu adalah tantangan yang harus ku hadapi, dengan sedikit
senyuman tentunya.
Di
dalam kelas, aku mengikuti setiap kegiatan pembelajaran dengan keadaan hati dan
pikiran yang tidak tenang. Aku memikirkan mama ku yang berada di dalam ruang
sana. Menduga-duga apa saja yang dibicarakan Guru BK itu dengan mama ku.
Lain
dengan perasaan cemas ku, di sisi lain dalam perasaan ku terselip rasa senang.
Karena mama ku mau menyempatkan waktunya untuk datang ke sekolah.
Detik
demi detik berlalu. Tiba-tiba handphone ku bedering, pesan baru muncul di layar
hanphone ku. Segera aku membukanya. “Nanti
pulang sekolah mama tunggu di depan gerbang sekolah.” itulah pesan singkat
dari mama ku.
Aku
merasa sedikit bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mama ku mengirim
pesan itu? Lalu apa maksudnya? Dalam diriku muncul tanda tanya besar.
Hari
ini jadwal pelajaran kelas kami adalah matematika. Mata pelajaran yang sangat
tidak aku sukai. Kenapa begitu? Karena matematika mengandung miliaran rumus
yang sulit untuk ku pahami. Banyak rumus yang ku anggap tidak masuk akal. Aku
bingung kenapa ilmuan bisa memperoleh rumus semacam ini. Dari mana mereka
mendapat hasil perhitungan dari suatu benda tertentu.
Yang
sampai saat masih membuat ku ragu akan kebenaran dalam rumus matematika adalah
jika 1+1 hasilnya 2. Entahlah.
Setelah
berjam-jam rasanya aku bergelut dengan angka-angka logaritma, dengan pangkat dan
dengan guru tua buncit itu, akhirnya kelas neraka itu selesai juga. Ditemani
bayangan ku diarah timur, aku melangkah menuju gerbang sekolah, atau tepatnya
gerbang peradilan suatu mahkamah, dimana semburat wajah mama ku menghantui ku.........bersambung